SOKOGURU, JAKARTA: Proses pemisahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menjadi tiga kementerian baru belum berjalan mulus.
Rencananya Kemenkumham dipecah menjadi Kementerian Hukum (Kemenhum), Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemen-HAM), dan Kementerian Imigrasi-Pemasyarakatan (Kemen-Impas).
Alih-alih menyelesaikan urusan birokrasi, transisi ini justru menyisakan sejumlah persoalan mendasar yang belum dituntaskan.
Baca juga: DPR Dukung Prabowo Negosiasi dengan Trump, Soroti Peluang Ekspor dan Re-shoring
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara, menyoroti sejumlah masalah krusial yang timbul pasca-pemisahan.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara. (DPR RI)
Mulai dari urusan remunerasi pegawai, pendataan alat dan aset, hingga kesiapan sumber daya manusia (SDM), semuanya masih menumpuk di meja kerja tanpa kepastian penyelesaian.
“Data dan aset masih berada di Kemenkumham. Jadi kami akan menindaklanjuti dengan rapat bersama Kemenhum, Kemen-Impas, dan KemenHAM agar masalah ini segera diurai,” jelas Dewi.
Baca juga: Lebih dari 400 Siswa SMP Tak Bisa Baca di Buleleng, Bali, DPR Desak Intervensi Nasional
“Banyak yang belum duduk dengan jelas, termasuk urusan SDM dan remunerasi,” kata Dewi saat kunjungan kerja di Manado, Sulawesi Utara, sebagaimana dilansir situs DPR RI, Minggu (13/4).
Temukan Potret Buram Sistem Pemasyaratan
Tak hanya soal transisi internal, Dewi juga menemukan potret buram sistem pemasyarakatan saat menyambangi Lapas Kelas IIA Manado.
Ia menyoroti keberadaan warga binaan lanjut usia, bahkan ada yang telah menginjak usia 80 tahun. Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan besar: di mana sisi kemanusiaan dalam sistem hukum kita.
“Warga binaan sudah sangat tua, berbicara pun nyaris tak bisa. Ini seharusnya jadi perhatian kita untuk mendorong program amnesti berdasarkan faktor kemanusiaan. Peraturan harus memberi keadilan bagi semua pihak,” tegasnya.
Kondisi di daerah pun tak kalah memprihatinkan. Dewi menekankan bahwa tantangan peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur di luar Jawa, khususnya di Indonesia timur, kian terasa pasca-pemekaran kementerian.
Baca juga: Hutan Pendidikan Unmul Dirusak Tambang Ilegal, DPR RI: Tindakan Tak Bisa Ditoleransi
Ia menyebut bahwa perbedaan fasilitas dan kapasitas SDM menjadi hambatan nyata dalam menjalankan roda kelembagaan yang baru.
“Transformasi ini tidak semudah mengganti nama kementerian. Perubahan ini menimbulkan masalah serius, terutama di daerah-daerah yang belum siap. SDM-nya terbatas, infrastrukturnya belum memadai, dan itu tidak bisa dibiarkan,” tandas politikus Partai Golkar itu.
Menkum Optimistis Proses Transisi Berjalan Mulus
Di sisi lain, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelumnya menyatakan optimisme bahwa seluruh proses transisi—termasuk alih status kepegawaian dan pengelolaan sarana-prasarana—akan tuntas paling lambat Juni 2025.
Namun, melihat banyaknya persoalan yang mencuat di lapangan, janji penyelesaian cepat ini patut dipertanyakan.
Transformasi Kemenkumham seharusnya membawa penyegaran dalam tata kelola hukum, HAM, dan pemasyarakatan.
Tapi bila transisi ini justru meninggalkan kekacauan struktural dan ketimpangan di daerah, maka pemerintah perlu mengevaluasi ulang pendekatan dan kecepatan pelaksanaannya.
Sebab, pemekaran kelembagaan tak akan berarti bila fondasi dasar—dari SDM hingga aspek kemanusiaan—justru diabaikan. (SG-2)